Tarif Trump, Masuk Akal?
- Vincent Jonathan Yong
- 7 Apr
- 4 menit membaca
Minggu ini, perhatian pelaku pasar global tertuju pada langkah Presiden Trump yang kembali memainkan kartu tarif impor, sebuah langkah yang menghidupkan kembali kekhawatiran akan perang dagang jilid dua.
Saya tidak memihak partai politik mana pun, namun saya ingin berupaya untuk membuka pikiran saya selebar mungkin… bahwa mungkin saja, pemerintahan Trump masih memiliki akal sehat dan tidak sedang berusaha menghancurkan negaranya sendiri. Faktanya, ada beberapa indikator yang patut diperhatikan.
10-Year Yield
Yang pertama adalah turunnya yield obligasi AS 10 tahun. Harga obligasi akan naik ketika sedang diborong pembeli. Saat harganya meningkat, maka imbal hasil (yield) menurun. Menurunnya yield obligasi menjadi tanda bahwa investor beralih ke obligasi sebagai tempat berlindung yang lebih aman. Ini mungkin sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut: menciptakan ketegangan yang cukup untuk menarik dana kembali ke aset yang aman. Dengan yield yang lebih rendah, maka pemerintah AS dapat membayarkan bunga yang lebih murah kepada pemegang obligasi.

Namun, ketika institutional investor mulai menjual, mereka tidak hanya melepas satu atau dua saham. Mereka menjual semuanya, karena penggunaan leverage dan ETF (Exchange Traded Funds). Oleh sebab itu, penjualan masif tersebut menciptakan tekanan jual yang luas di seluruh pasar. Maka tidak heran jika penurunan pasar terasa lebih dramatis.
Negosiasi Tarif
Mungkinkah bahwa di balik kenaikan tarif ini terdapat tujuan yang lebih besar? Apakah sebenarnya tujuannya adalah untuk memulai negosiasi dengan negara-negara mitra dagang, demi mencapai tarif nol untuk ekspor dan impor AS. Buktinya, Vietnam telah setuju untuk bernegosiasi dengan AS, dan ini menjadi kabar baik bagi perusahaan seperti Nike yang memproduksi sepatunya di Vietnam. Harga saham Nike pun mengalami kenaikan hari Jumat kemarin.

Saya pribadi tidak akan memilih strategi tarif yang luas seperti yang dilakukan Trump, karena pendekatan seperti ini jelas telah menyinggung banyak sekutu dekat AS dan dapat menciptakan gesekan diplomatik yang sebenarnya tidak perlu. Saya cenderung memilih pendekatan yang lebih berlapis, yaitu dengan menetapkan tarif secara selektif berdasarkan sektor atau negara tertentu. Pendekatan yang lebih halus seperti ini dapat memberikan tekanan yang cukup untuk membuka jalur negosiasi, tanpa mengorbankan kepercayaan dari mitra dagang.
Namun, apakah mungkin bahwa langkah Trump yang terkesan kasar dan frontal ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang cukup ambisius, yaitu tarif 0% untuk ekspor dan impor AS? Jika itu benar-benar tercapai, maka berpotensi sangat menguntungkan bagi AS maupun negara mitranya dalam jangka panjang.
Dampak Kenaikan Tarif: What’s Next?
Dampak tarif tidak akan terasa dalam jangka waktu semalam. Saya pikir Trump juga tahu risikonya, termasuk kemungkinan negara lain membalas dengan tarif serupa. Tapi ia juga percaya bahwa posisi dominan AS dalam ekonomi global memberinya daya tawar (bargaining power). Apakah ini langkah jenius atau blunder besar? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Apakah pasar saham bisa terus turun dalam beberapa bulan ke depan? Mungkin. Apakah resesi akan terjadi? Bisa jadi. Tapi apakah ini akhir dari segalanya? Saya rasa tidak. Kalaupun dunia benar-benar runtuh, rasanya ekonomi dan pasar saham bukan hal pertama yang akan kita pikirkan, bukan? 😅
Tentu saja, pasar tidak suka dengan ketidakpastian.

"If there is a Monday effect, I think I know why. Investors can't talk to companies for two days over the weekend. All of the usual sources of fundamental news are shut down, giving people 60 hours to worry about the Yen sell-off, the Yen bid-up, the flooding in the Nile river, the damage to the Brazilian coffee crop, the progress of the killer bees, or other horrors and cataclysms reported in the Sunday papers. The weekend is also when people have time to read the gloomy long-term forecasts of economists who write guest columns on the op-ed pages. Unless you're careful to sleep late and ignore the general business news, so many fears and suspicions can build up on weekends that by Monday morning you're ready to sell all your stocks. That, it seems to me, is the principal cause of the Monday effect.
On weekends and weekdays I've been hearing that the country is falling apart. Our money used to be as good as gold, and now it's as cheap as dirt. We can't win wars anymore. We can't even win gold medals in ice dashes. Our brains are being drained abroad. We're losing jobs to the Koreans. We're losing cars to the Japanese. We're losing basketball to the Russians. We're losing oil to this Saudis. We're losing face to Iran.
I hear everyday that major companies are going out of business. Certainly some of them are. But what about the thousands of smaller companies that are coming to business and providing millions of new jobs? As I make my usual rounds of various headquarters, I'm amazed to discover that many companies are still going strong. Some are actually earning money. If we've lost all sense of enterprise and will to work, then who are those people who seem to be stuck in a rush hour?"
(Peter Lynch, One Up On Wall Street, tahun 1989)
Comments